Rabu, 10 November 2010

Kajian Hadits Mengenai Keindahan dan Kemuliaan Allah SWT

KAJIAN HADITS MENGENAI KEINDAHAN DAN KEMULYAAN ALLAH SWT

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara. Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa dunia dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam. beserta keluarganya dan para sahabat serta umatnya yang senantiasa mendakwahkan Islam dan menerapkan hukum Islam secara kaffah.
Kami sangat bersyukur, tugas makalah ini telah kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ada kalanya kami mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas makalah ini terutama waktu, namun berkat bantuan doa, tenaga dan fasilitas dari orang-orang terdekat kami, akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada kedua orang tua kami, yang telah memberikan semua keperluan kami untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Imam Syafi’i, S.Ag., M.Pd selaku dosen mata kuliah “Hadits” yang telah membimbing kami untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidak dapat kami sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan memberi inspirasi kepada para pembaca, untuk selalu mengembangkan tsaqofah Islamnya dan dapat diamalkan dikehidupan sehari-hari secara kaffah dan penuh Istiqomah.

Penyusun
Surabaya, 12 Oktober 2010

BAB I
PENDAHULUAN

a) Latar Belakang
Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Semua permasalahan umat dapat diselesaikan dengan kembali kepada Allah melalui Al-Qur’an dan Rasullullah melalui Hadits.
Dizaman Jahiliyah modern ini banyak krisis moral atau akhlak yang tingkatannya jauh lebih biadab daripada zaman jahiliyah terdahulu. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar umat Islam disekitar kita tidak paham atau bahkan tidak mengetahui tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits yang didalamnya banyak terdapat pelajaran-pelajaran untuk membentuk akhlaqul karimah.
Oleh karena itu, kami mencoba menyajikan secuil pelajaran akhlak yang kami kutip dari Hadits dan Al-Qur’an, untuk sedikit menyegarkan pikiran kita dan sebagai renungan untuk menjadi lebih baik. Insyaallah kami akan memaparkan beberapa hadits dan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan keindahan dan kemulyaan Allah SWT.
b) Rumusan Masalah
a. Bagaimana penjelasan Allah itu maha indah dan mencintai keindahan?
b. Bagaimana penjelasan Allah itu maha pemurah dan menyukai hal-hal yang mulia dan tidak menyukai sesuatu yang tercela
c) Tujuan
Dengan mengetahui hadits-hadits yang memaparkan keindahan dan kemulyaan Allah SWT. diharapkan dapat menjadi refleksi bagi pembaca dan berubah menjadi lebih baik. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pembaca agar nantinya selalu ingat akan kebesaran Allah SWT.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Allah Maha Indah dan Menyukai Keindahan
Nama Allah Ta’ala yang maha mulia ini disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقالُ ذرة من كبر)). قال رجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسناً ونعله حسنةً. قال: ((إن الله جميلٌ يحب الجمال، الكبر بطر الحق وغمط الناس)) رواه مسلم.
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu”. Ada seorang yang bertanya: Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”

Makna al-Jamil secara bahasa
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah indah/bagus. Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa asal kata nama ini berarti keindahan dalam tingkah laku dan rupa. Ibnul Atsir lebih lanjut menjelaskan bahwa al-Jamil berarti Yang Maha Indah perbuatan-perbuatan-Nya dan sempurna sifat-sifat-Nya.

Penjabaran makna nama Allah al-Jamil
Nama Allah Ta’ala yang agung ini menunjukkan sempurnanya keindahan Allah Ta’ala pada semua nama, sifat, zat dan perbuatan-Nya.
Imam an-Nawawi menjelaskan makna hadits di atas: bahwa semua urusan Allah Ta’ala (maha) indah dan baik, dan Dia memiliki nama-nama yang maha indah serta sifat-sifat yang maha bagus dan sempurna
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan hal ini dengan terperinci dalam ucapan beliau: “Keindahan Allah Ta’ala ada empat tingkatan: keindahan zat, keindahan sifat, keindahan perbuatan dan keindahan nama. Maka nama-nama Allah semuanya maha indah, sifat-sifat-Nya semuanya maha sempurna, dan perbuatan-perbuatan-Nya semuanya (mengandung) hikmah, kemaslahatan (kebaikan), keadilan dan rahmat (kasih sayang). Adapun keindahan zat dan apa yang ada padanya, maka ini adalah perkara yang tidak bisa dicapai dan diketahui oleh selain-Nya. Semua makhluk tidak memiliki pengetahuan tentang itu kecuali (sedikit) pengetahuan yang dengan itulah Dia memperkenalkan dirinya kepada hamba-hamba yang dimuliakan-Nya. Sesungguhnya keindahan-Nya itu terjaga dari (segala bentuk) perubahan, terlindungi dengan tabir selendang dan sarung (kemuliaan), sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah (hadits qudsi), “Kebesaran itu adalah selendang-Ku dan keagungan itu adalah sarung-Ku”. Maka bagaimana anggapanmu terhadap keindahan yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan, keagungan dan kemuliaan?
Dari makna inilah kita dapat memahami sebagian arti keindahan zat-Nya, karena sesungguhnya seorang hamba akan terus meningkat (pengetahuannya tentang Allah Ta’ala), dari mengenal perbuatan-perbuatan-Nya (meningkat) menjadi mengenal sifat-sifat-Nya, dan dari mengenal sifat-sifat-Nya (meningkat) menjadi mengenal zat-Nya. Maka jika dia menyaksikan sesuatu (yang merupakan pengaruh baik) dari keindahan perbuatan-Nya, dia akan menjadikannya sebagai (argumentasi) yang menunjukkan keindahan sifat-Nya, kemudian keindahan sifat ini dijadikannya sebagai (argumentasi) yang menunjukkan keindahan zat-Nya. Dari sinilah jelas (bagi kita) bahwa Allah Ta’ala bagi-Nyalah segala pujian, dan bahwa tidak ada seorang makhluk pun yang mampu membatasi/menghitung sanjungan bagi-Nya, bahkan Dia adalah seperti pujian yang ditujukan-Nya untuk diri-Nya sendiri. Dialah yang berhak disembah, dicintai dan disyukuri karena zat-Nya, dan Dia mencintai, memuji dan menyanjung diri-Nya sendiri. Sesungguhnya kecintaan, pujian, sanjungan dan pengesaan-Nya terhadap diri-Nya sendiri, pada hakikatnya itulah pujian, sanjungan, cinta dan tauhid (yang sebenarnya). Maka Allah Ta’ala adalah seperti pujian yang ditujukan-Nya untuk diri-Nya sendiri dan di atas pujian yang ditujukan makhluk-Nya kepada-Nya, Dan Allah Ta’ala dicintai zat, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Semua perbuatan-Nya indah dan dicintai, meskipun diantara obyek perbuatan-Nya ada yang dibenci dan tidak disukai-Nya, akan tetapi tidak ada pada perbuatan-Nya sesuatu yang dibenci dan dimurkai. Tidak ada satupun di alam ini yang dicintai, dipuji karena zatnya kecuali Allah Ta’ala. Dan semua yang dicintai selain-Nya, jika kecintaan tersebut mengikui kecintaan kepada-Nya, yaitu dengan mencintainya karena-Nya, maka kecintaan ini adalah kecintaan yang benar. Adapun selain itu adalah kecintaan yang batil (salah).
Inilah hakikat ilahiyyah (penghambaan diri kepada-Nya), karena sembahan yang benar dialah yang dicintai dan dipuji zat-Nya. Terlebih lagi jika semua itu digandengkan dengan (mengingat dan menyakini) kebaikan, limpahan nikmat, kelembutan, pengampunan, pemaafan, anugerah dan rahmat-Nya.
Maka seorang hamba hendaknya memahami bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, maka dia mencintai dan memuji-Nya karena zat dan kesempurnaan-Nya. Dan hendaknya dia mengetahui bahwa pada hakikatnya tidak ada yang melakukan kebaikan (kepadanya) dengan (melimpahkan) berbagai macam nikmat lahir dan batin, kecuali Allah (Ta’ala), maka dia mencintai-Nya karena kebaikan dan limpahan nikmat-Nya, dan memuji-Nya atas semua itu. Maka dia mencintai Allah dari kedua segi itu secara bersamaan.
Sebagaimana Allah (Ta’ala) tidak ada sesuatu pun yang meyerupai-Nya, maka kecintaan kepada-Nya tidak seperti kecintaan kepada selain-Nya. Dan kecintaan yang disertai ketundukan itulah (hakikat) penghambaan diri (kepada-Nya), yang untuk tujuan inilah Allah menciptakan (semua) makhluk-Nya. Karena ubudiyyah (penghambaan diri) adalah kecintaan yang utuh disertai ketundukan yang sempurna, yang ini semua tidak pantas ditujukan kecuali kepada Allah Ta’ala (semata-mata). Dan menyekutukan-Nya dalam hal ini adalah perbuatan syirik yang tidak diampuni-Nya dan tidak diterima amal perbuatan pelakunya”
Di tempat lain, beliau berkata, “Kecintaan itu memiliki dua (sebab) yang membangkitkannya, (yaitu) keindahan dan pengagungan, dan Allah Ta’ala memiliki kesempurnaan yang mutlak pada semua itu, karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya, sehingga tidak ada sesuatupun yang berhak untuk dicintai dari semua segi karena zatnya kecuali Allah Ta’ala “

Pengaruh positif dan manfaat mengimani nama Allah al-Jamil
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Termasuk jenis pengetahuan yang paling mulia adalah mengenal Allah Ta’ala dengan (sifat) al-jamal (maha indah). Ini adalah pengetahuan (yang dimiliki) hamba-hamba (Allah) yang istimewa. Semua manusia mengenal-Nya dengan satu sifat dari semua sifat-Nya, akan tetapi yang paling sempurna pengetahuannya (tentang Allah Ta’ala) adalah yang mengenal-Nya dengan (sifat) kesempurnaan, keagungan dan keindahan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam semua sifat-sifat-Nya. Seandainyapun semua makhluk memiliki rupa yang paling indah, kemudian keindahan mereka lahir dan batin dibandingkan dengan keindahan Allah Ta’ala, maka sungguh (perbandingannya) lebih rendah dari pada perbandingan pelita yang redup (cahayanya) dengan (terangnya cahaya) lingkaran matahari. Cukuplah (yang menunjukkan kesempurnaan) keindahan-Nya bahwa semua keindahan lahir dan batin di dunia dan akhirat adalah termasuk jejak-jejak penciptaan-Nya, maka bagaimana pula dengan zat yang bersumber darinya (semua) keindahan ini?”.
Kemudian, pengaruh positif mengimani nama Allah yang maha agung ini dapat kita ambil dari penjelasan makna hadits di atas.
Sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan”, mengandung dua unsur landasan Islam yang agung, yaitu pengetahuan tentang sifat Allah Ta’ala dan pengamalan konsekwensi dari sifat tersebut. Yang pertama kita mengenal Allah Ta’ala dengan sifat maha indah yang tidak ada satu makhlukpun menyerupainya, kemudian yang kedua kita beribadah kepada Allah Ta’ala dengan sifat indah yang dicintai-Nya, dalam ucapan, perbuatan dan akhlak.
Allah Ta’ala mencintai seorang hamba yang memperindah/menghiasi ucapannya dengan kejujuran, hatinya dengan keikhlasan, kecintaan, selalu kembali dan bertawakkal (kepada-Nya), dan anggota badannya dengan ketaatan (kepada-Nya), serta tubuhnya dengan memperlihatkan nikamat yang dianugrahkan-Nya kepadanya, dalam berpakaian, membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, memotong kuku, dan sebagainya. Maka hamba yang dicintai-Nya adalah hamba yang mengenal-Nya dengan sifat maha indah-Nya kemudian beribadah kepada-Nya dengan keindahan yang ada pada agama dan syariat-Nya.
Hadits di atas maknanya meliputi keindahan pada pakaian dan alas kaki yang ditanyakan oleh sahabat di atas, juga maknanya secara umum meliputi keindahan pada segala sesuatu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده”
“Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada hamba-Nya”.
Maka Allah Ta’ala suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada hamba-Nya, karena ini termasuk keindahan yang dicintai-Nya, dan ini termasuk bentuk syukur kepada-Nya atas limpahan nikmat-Nya. Bersyukur adalah bentuk keindahan dalam batin, maka Allah Ta’ala suka melihat pada diri hamba-Nya keindahan lahir yang berupa tampaknya bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya.
Oleh karena itulah, Allah menurunkan kepada hamba-hamba-Nya pakaian dan perhiasan untuk memperindah (penampilan) lahir mereka, dan Dia memerintahkan kepada mereka untuk bertakwa (kepada-Nya) karena ini akan memperindah batin mereka. Allah Ta’ala berfirman,
{يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباساً يواري سوآتكم وريشاً، ولباس التقوى ذلك خير}
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian taqwa itulah yang lebih baik” (QS al-A’raaf:26).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman tentang keadaan penduduk surga:
{ولَقَّاهُمْ نضْرَةً وسُرُوْراً، وجزاهم بما صبروا جَنَّةً وحَرِيْراً}
“Dan Dia menganugerahkan kepada mereka kecerahan (wajah) dan kegembiraan (hati). Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera” (QS al-Insaan:12).
Maka Allah Ta’ala menghiasi wajah mereka dengan kecerahan, batin mereka dengan kegembiraan, dan tubuh mereka dengan pakaian sutera[12].
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 3 Syawwal 1430 H

B. Allah Maha Pemurah dan Menyukai hal-hal yang Mulya dan Tidak Menyukai Sesuatu yang Tercela
Semoga Allah yang Maha Mulia menyelamatkan kita dari tipu daya kehormatan semu duniawi dan melimpahkan kemuliaan hakiki kepada kita. Kehormatan atau kemuliaan hakiki adalah kemuliaan yang sebenarnya. Bukan kemuliaan yang semu dan sementara. Kemuliaan hakiki bersifat abadi dan tidak akan sirna. Orang yang mulia hakiki maka ia akan mulia di dunia dan mulia pula di akhirat. Orang yang mulia atau terhormat secara hakiki terkadang sulit dicari sebabsebab kemuliannya. Bisa jadi ia bukan orang yang kaya harta benda, banyak gelar, tinggi jabatan atau cantik rupa. Orang yang terhormat secara hakiki kehormatannya tidak diperoleh karena suatu sebab. Ia terhormat karena kedekatannya dengan “Musabbib” Dzat Yang Menciptakan sebab, yaitu Allah SWT. Imam Ibnu Atha’illah menyatakan :”Jika kamu menghendaki kemuliaan yang tidak akan sirna, maka janganlah kamu membangun kemuliaan dengan kemuliaan yang pasti akan sirna”. Yang tidak akan pernah sirna hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu setiap hamba yang ingin meraih kemuliaan hakiki hendaknya menjadikan hartanya, gelarnya, jabatannya, kekuatannya, keindahan fisiknya, aktifitasnya dan semua nikmat pemberian Allah yang ada pada dirinya untuk lebih mengenal, mendekat dan meraih “Mahabbatulloh” atau cinta Allah SWT. Cinta Allah adalah Kunci Kemuliaan Hakiki Untuk mendapatkan “Kemuliaan Hakiki” kuncinya adalah “ Mahabbatullah”. Cinta Allah kepada seorang hamba. Hamba yang dicintai oleh Allah, maka ia akan dilimpahi kemuliaan oleh Allah. Allah adalah pemilik kemuliaan yang hakiki. Allah SWT berfirman : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allah-lah kemuliaan itu seluruhnya” (QS.35. Faatir :10). “Engkau mulikan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki” (QS.3. Ali ‘Imran26).
Orang yang dikaruniai kemuliaan oleh Allah maka ia akan mulia di bumi dan di langit. Mulia di dunia dan di akhirat. Mulia di tengah-tengah manusia dan malaikat. Mulia hakiki dan abadi. Di dalam salah satu hadits shohih, diriwayatkan Rosulullah SAW bersabda :
“Ketika Allah telah mencintai seorang hamba, maka Allah menyeru kepada Malaikat Jibril : “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia !”. Maka Malaikat Jibril mencintai hamba itu. Kemudian Malaikat Jibril menyeru di langit : “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia !”. Maka penghuni langit mencintai hamba itu. Kemudian diletakkanlah keadaan diterimanya hamba tersebut di bumi. Maka penghuni bumi mencintainya”.
Orang yang telah dicintai oleh Allah SWT, maka Allah akan taqdirkan ia diterima kehadirannya oleh kebanyakan manusia di bumi ini. Demikian pula malaikat di langit. Ia akan menjadi hamba Allah yang dicintai oleh orang-orang yang mengenalnya. Kehadirannya ditunggu. Ketiadaannya membangkitkan rasa rindu Dan bersamanya menumbuhkan cinta. Orang yang dicintai maka akan dimuliakan oleh orang-orang yang mencintainya. Sikap memuliakan yang tulus dan ikhlas. Yang tumbuh dari rasa cinta yang ada di kedalaman lubuk qolbu dan hati nurani. Untuk meraih cinta Allah ini, jalan yang dapat ditempuh diantaranya :

Cinta dan taat kepada Allah SWT
Untuk meraih cinta Allah kuncinya adalah kita terlebih dahulu mencintai Allah SWT di atas segalanya. Cinta yang diwujudkan dengan merealisasikan keimanan yang benar kepada Allah, yang menggerakkan semangat taat dan takwa kepada-Nya. Iman yang mensucikan diri kita dari segala yang mengotorinya. Allah cinta kepada hamba yang senantiasa menjaga kesuciannya. Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang bersegera dalam menjalankan perintah-perintah- Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, memperbanyak dzikir kepada-Nya dan mengerahkan seluruh daya upaya untuk berbuat kebaikan dan kemanfaatan di jalanNya. Allah juga cinta kepada hamba yang segera bertaubat dari segala dosa, salah dan khilafnya. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa” (QS.9.At-Taubah:4). “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri” (QS.2.Al-Baqoroh:222).”Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (QS.2. Al-Baqoroh:195).
Diantara buah cinta adalah semangat dan kerelaan melakukan apapun yang disukai oleh yang dicintainya. Hamba-hamba yang cinta kepada Allah, maka apapun yang Allah sukai dan perintahkan ia akan laksanakan dengan penuh semangat dan kerelaan. Bahkan berkorban harta benda, waktu, tenaga dan apapun saja yang ada pada dirinya bahkan jiwa dan raganya, akan ia lakukan demi keridhoan-Nya. Orang-orang seperti ini, pastaslah kiranya jika ia yang dikehendaki untuk dikaruniai kemuliaan. Allah SWT berfirman : “Katakanlah: “Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS.3.Ali ‘Imran : 26)

Cinta dan Taat kepada Rasulullah.
Kunci yang lain untuk meraih cinta Allah adalah mencintai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah SWT. Manusia di muka bumi yang paling dicintai oleh Allah adalah Rosulullah Muhammad SAW. Oleh karenanya mencintai dan mentaati ajaran-ajaran Rosulullah adalah jalan yang sangat tepat untuk meraih cinta Allah SWT. Allah memerintahkan kepada Rosulullah SAW untuk menyampaikan pesan kepada kita. “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu.”Q.S3 Ali Imron :31“. Realita membuktikan betapa banyak manusia yang terangkat kemuliannya dan terkenal, menjadi buah bibir di mana-mana di dunia bahkan Insya Allah di akhirat, barokah dari cintanya kepada Allah dan Rosulullah. Para sahabat Nabi SAW, Tabi’in, Ulama, Fuqoha, Hukama, Auliya’ serta para Da’ dan Muballigh adalah bukti nyata manusia-manusia biasa yang terangkat kemuliaannya karena hati nuraninya cinta kepada Allah dan Rosulullah, lisannya menyebut-nyebut nama Allah dan Rosulullah, serta amal perbuatan dan perjuangannya meneladani Rosulullah yaitu menegakkan Syari’at Allah di muka bumi ini. Tawadhu Rosulullah SAW bersabda :
”Barangsiapa yang bersikap tawadhu karena Allah maka Allah akan angkat kemuliaanya. Dan baransiapa yang takabbur maka Allah akan menjatuhkannya”. Allah cinta kepada orang yang tawadhu atau rendah hati dan benci kepada orang yang sombong. Orang yang tawadhu adalah orang yang menempatkan diri dan perilakunya sesuai dengan kedudukannya. Kepa Allah ia menyembah dan mengabdi, kepada guru dan orang tua ia berbakti, kepada yang lebih dewasa ia menghormati, kepada sesama ia menghargai dan kepada yang lebih muda ia menyayangi. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong” Q.S An-Nahl :23.” Pantangan bagi orang yang ingin mulia hakiki adalah sikap takabur. Rosulullah SAW bersabda :”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat atom dari kibr. “Al-Kibru” adalah kesombongan yang masih tersembunyi di dalam hati. Jika sudah nampak dalam perilaku, maka disebut “Takabur”. Jika kibr membuat seorang manusia tidak akan masuk ke dalam surga, maka kibr juga akan menutup jalan
kemuliaan hakiki seorang manusia, karena surga adalah tempatnya orang-orang yang dimuliakan oleh Allah SWT. Ilmu Manfaat
Allah SWT berfirman :
““Niscaya Allah akan meninngikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat” (QS.58 Al-Mujaadilah:11). Ilmu yang dituntut untuk dimanfaatkan sebagai pedoman dalam beramal ibadah dan beraktifitas akan mengantarkan hamba kepada cinta Allah. Dengan ilmu manusia dapat melakukan amal ibadah dan menebar kemanfaatan serta kebajikan tanpa khawatir akan kehabisan bekal. Karena ilmu jika diamalkan tidak akan berkurang, bahkan semakin bertambah. Rosulullah SAW bersabda :”Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah akan mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu yang belum diketahuinya”.

Jauhi Perbuatan Zalim
Allah SWT berfirman : “Dan balasan suatu keburukan adalah keburukan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” (QS.42. Asy-Syuura:40). “Zalim” artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang sebenarnya. Menyembah dan mengabdi kepada selain Allah, mengikuti teladan kepada selain Rosulullah dan pengikutnya, menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, membela yang batil, memusuhi yang haq dan membodohi orang yang bodoh adalah bagian dari perbuatan-perbuatan zalim. Kezaliman adalah perbuatan yang Allah haramkan pada Allah sendiri dan diharamkan pula dilakukan oleh manusia. Kezaliman atau perbuatan aniaya akan membangkitkan kebencian, dan kebencian. Oleh karenanya orang yang ingin meraih cinta Allah serta sesama, dan ingin meraih kemuliaan yang hakiki, selain mesti memperbanyak amal ibadah dan menebar kemanfaatan, ia juga harus menjauhkan diri dari segala perbuatan aniaya, serta menggantinya dengan sikap “Adil” dan “Ihsan”. Allah SWT berfirman:”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS.16.An- Nahl: 90). Wallahu A’lam Bisshowaab

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
• Allah itu maha indah dan mencintai keindahan. Keindahan Allah Ta’ala ada empat tingkatan: keindahan zat, keindahan sifat, keindahan perbuatan dan keindahan nama. Maka nama-nama Allah semuanya maha indah, sifat-sifat-Nya semuanya maha sempurna, dan perbuatan-perbuatan-Nya semuanya (mengandung) hikmah, kemaslahatan (kebaikan), keadilan dan rahmat (kasih sayang).
• Allah maha pemurah dan menyukai hal-hal yang mulia dan tidak menyukai sesuatu yang tercela. Dengan pernyataan ini maka kita harus senantiasa taqorrub ilallah dan menghindari segala bentuk tindakan tidak terpuji.


DAFTAR PUSTAKA

Abasyah, Abdullah. Ringkasan Shahih Bukhari Muslim. Jakarta : Penerbit Airlangga. 2007
http://chumairy.cybermq.com/
http://muslim.or.id/
http://mwindriyanto.web.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Do not forget to give comment