Kamis, 09 Desember 2010

“AKHLAQ”

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadiran Allah yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya, Saya mendapatkan begitu banyak pengetahuan dan pengalaman sehingga Saya dapat dan mampu untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tanpa mengalami halangan yang berarti.
Ucapan terima kasih tidak lupa Saya sampaikan kepada Drs. Usman Yudi, M.Pd.I selaku dosen PSI ( Pengantar Study Islam ) yang telah memberikan materi ini serta membimbing Saya dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan terima kasih juga Saya sampaikan kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu baik dari materi dan masukan berupa opini – opini yang membangun dalam menyelesaikan tugas makalah ini, yang tentunya tidak dapat Saya sebutkan satu persatu.
Dan jika didalam makalah ini terdapat banyak kesalahan – kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan baik dalam tata bahasa maupun susunannya, Saya selaku penyusun makalah ini meminta maaf sebesar – besarnya.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini, dapat memberikan inspirasi dan menambah pengetahuan para pembaca dalam mempelajari ilmu keislaman.

BAB I
PENDAHULUAN

a)Latar belakang
Dalam kehidupan sosial, kita tidak akan lepas dari kegiatan bersosialisasi dan berinteraksi dengan berbagai orang yang ada di sekitar kehidupan kita untuk dapat bertahan hidup. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang – orang disekitar kita, terdapat berbagai aturan yang mengatur tentang tata cara bersosialisai dengan baik Salah satunya adalah “akhlaq”.
Akhlaq memiliki banyak macam dan sumber – sumber yang mendasari akhlaq itu sendiri. Untuk itu didalam makalah ini saya akan mencoba untuk menjelaskan dan menguraikan dengan sejelas – jelasnya apa yang dimaksud dengan akhlaq, berapa macamnya dan darimana sumber akhlaq menurut Islam.

b)Rumusan Masalah
1)Apa yang dimaksud dengan akhlaq dan seberapa ruang lingkupnya ?
2)Ada berapa macamkah akhlaq itu ?
3)Darimana sumber akhlaq menurut Islam ?

c)Urgensi ( Manfaat )
Dengan mempelajari akhlaq, kita dapat menuai berbagai manfaat khususnya dalam menjalani kehidupan sehari – hari. Kita dapat menjalin hubungan persaudaraan yang sangat erat melalui akhlaq yang baik atau biasa disebut akhlaqul mahmudah.

BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian dan Ruang Lingkup Akhlak
Komponen utama agama Islam adalah akidah, syariah dan akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada penjelasan nabi Muhammad kepada malaikat Jibril di depan para sahabatnya mengenai arti Islam, Iman, Ihsan yang ditanyakan oleh malaikat Jibril kepada Beliau. Pada intinya hampir sama dengan isi yang dikandung oleh perkataan akidah, syariah dan akhlak. Perkataan ihsan berasal dari kata ahsana – yuhsinu – ihsanan yang berarti berbuat baik. Dari sinilah asal perumusan ilmu akhlaq.
Kata akhlaq ( yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi akhlak ) berasal dari kata khilqun, yang mengandung segi – segi persesuaian kata khaliq dan makhluq. Perkataan akhlak sering juga disamakan dengan kesusilaan, atau sopan santun. Bahkan, supaya kedengarannya lebih modern dan mendunia, perkataan akhlak, budi pekerti dan lain – lain itu, kini sering diganti dengan kata moral atau etika. Penggantian itu sah – sah saja dilakukan, asalkan orang mengetahui dan memahami perbedaan arti kata – kata dimaksud.
Namun akhlak Islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dipandang dari terminology, ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk, antara yang terpuji dengan yang tercela tentang perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin ( Asmaran AS, 1994 :4,5 ).
Ilmu akhlak dilihat dari sudut etimologi ialah upaya untuk mengenal budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat seseorang sesuai sensasinya.
Menurut definisi yang dikemukakan oleh Al − Ghozali, akhlak adalah ; suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama.
Akhlak menurut Abdul Karim Zaidan adalah nilai – nilai dan sifat – sifat yang tertanam dalam jiwa dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik dan buruk untuk kemudian memilih atau meninggalkannya.
Kata dalam bahasa Indonesia yang lebih mendekati maknanya dengan akhlak adalah budi pekerti. Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif, mungkin negative, mungkin baik dan mungkin juga buruk.
Suatu perbuatan bisa di kategorikan sebagai akhlak, jika perbuatan tersebut ;
1.Dilakukan secara berulang – ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.
2.Timbul dengan sendirinya tanpa ada pertimbangan yang lama dan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.
Jika suatu perbuatan tidak memenuhi persyaratan – persyaratan di atas maka perbuatan tersebut tidak dapat di kategorikan sebagai akhlak.
Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu, selain dengan akidah, akhlak tidak dapat dipisahkan dengan syari’ah. Syari’ah mempunyai lima kategori penilaian tentang perbuatan dan tingkah laku manusia, disebut juga dengan al – ahkam al – khamsah. Kategori penilaian tersebut tidak hanya wajib dan haram, tetapi juga sunnat, makruh dan mubah serta jaiz. Wajib dan haram, tergolong kategori hukum ( duniawi ) terutama, sedangkan sunnat, makruh dan mubah termasuk dalam kategori kesusilaan umum atau kesusilaan masyarakat. Mubah dan jaiz termasuk dalam kategori akhlak pribadi atau kesusilaan pribadi. Ini sangat terlihat kalau dihubungkan dengan ihsan dalam melakukan ibadah. Ihsan dalam beribadat adalah melakukan sholat, misalnya dengan baik dan khusuk ( sungguh – sungguh, penuh penyerahan disertai dengan kebulatan hati dan kerendahan hati ) seolah – olah yang melakukan shalat itu sedang melihat atau berhadapan langsung dengan Allah. Kalau tidak dapat membayangkan melihat Allah, kata Hadits Nabi yang berasal dari Umar bin Khattab itu, sekurang – kurangnya yang bersangkutan merasakan Allah melihat mereka.
Karena syari’ah atau hukum Islam mencakup segenap aktivitas manusia, maka ruang lingkup akhlak pun dalam Islam meliputi semua aktivitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.

2.Macam – Macam Akhlak dan Sumber – Sumber Akhlak
Butir – butir akhlak di dalam Al – Qur’an dan Al – Hadits bertebaran bagaikan gugusan bintang di langit. Karena banyaknya tidak semua dapat tercatat di dalam makalah ini. Selain itu, setiap butir akhlak dapat dilihat dari berbagai segi juga mempunyai kaitan bahkan persamaan dengan takwa. Oleh karena itu, dalam makalah ini hanya dicantumkan beberapa saja sebagai contoh.
Akhlak secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu akhlak yang terpuji atau positif ( akhlakul mahmudah ) dan akhlak yang tercela ( akhlakul madzmuumah).
Jika sifat tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. ( Mahyudin; 1991: 5 ).
Beberapa contoh sifat yang termasuk akhlak terpuji, yaitu ;

1.Amanah : Dapat dipercaya
2.Aliefah : Disenangi
3.Al ‘afwu : Pemaaf
4.Aniesatun : Manis muka
5.Alkhairu : Baik
6.Al Khusyuu' : Tekun sambil menundukan hati
7.Ad Dhiyafah : menghormati tamu.
8.Al Ghufraan : Suka memberi maaf
9.Al Hayaau : Malu perbuat tercela
10.Al Hilmu: menahan diri dari berbuat maksiat

Beberapa contoh sifat yang termasuk akhlak tercela, yaitu ;
1.Anaaniah : Egois
2.Al baghyu : Lacur
3.Al bukhlu : Kikir
4.Al Buhtan : Mengada – adakan sesuatu yang tidak ada
5.Al Khamru : Peminum khamr
6.Al Khiyanah : Khianat
7.Adh Dhulmu : Aniaya
8.Al Jubun : Pengecut
9.Al fawaahisy : Berbuat dosa besar
10.Al Gadhab : Pemarah

Dalam penerapannya, akhlak dibagi menjadi dua, yang pertama adalah akhlak terhadap Allah atau Khalik ( Pencipta ), yang kedua adalah akhlak terhadap makhluk ( semua ciptaan Allah ).
Akhlak terhadap Allah dijelaskan dan dikembangkan oleh ilmu tasawuf dan tarikat – tarikat, sedangkan akhlak terhadap makhluk dijelaskan di dalam ilmu akhlak, ( dalam bahasa asing disebut ethics ).

1.Akhlak terhadap Allah ( Khalik ) antara lain adalah ;
a.Al – Hubb, yaitu mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan menggunakan firman – Nya dalam Al – Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan ; Kecintaan kita kepada Allah dapat kita wujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah menjauhi segala larangan – Nya.
b. Al – Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh keridaan Allah Swt.
c.As – Syukr, yaitu mensyukuri nikmat dan karunia Allah.
d.Qana’ah, yaitu menerima dengan ikhlas semua kada dan kadar Ilahi setelah berikhtiar maksimal ( sebanyak – banyaknya, hingga batas yang tertinggi ).
e.Memohon ampun kepada Allah.
f.At – Taubat, bertaubat hanya kepada Allah. Taubat yang paling tinggi yaitu taubat nasuha, yaitu taubat yang benar – benar taubat, tidak lagi melakukan perbuatan yang sama yang dilarang oleh Allah dan dengan tertib melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan – Nya.
g.Tawakkal ( berserah diri ) kepada Allah.


2.Akhlak terhadap makhluk dapat dibagi dua yaitu ;
a)Akhlak terhadap manusia.
Akhlak kepada manusia dapat dirinci menjadi ;
I.Akhlak terhadap Rasullullah ( Nabi Muhammad ), antara lain ;
a)Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b)Menjadikan Rasullullah sebagai idola, suri tauladan dalam hidup dan kehidupannya.
c)Menjalankan apa yang disuruh – Nya, tidak melakukan segala perbuatan yang dilarang – Nya.
II.Akhlak terhadap Orang tua ( birrul walidain ), antara lain ;
a)Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b)Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan sayang.
c)Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata – kata lemah lembut.
d)Berbuat baik kepada ibu – bapak dengan sebaik – baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung persaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu – bapak ridha.
e)Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua - duanya telah meninggal dunia.

III.Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain ;
a)Memelihara kesucian diri.]
b)Menutup aurat ( bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut hukum dan akhlak Islam ).
c)Jujur dalam perkataan dan berbuat Ikhlas dan rendah hati.
d)Malu melakukan perbuatan jahat.
e)Menjauhi dengki dan menjauhi dendam.
f)Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
g)Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia – sia.
IV.Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat, antara lain ;
a)Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
b)Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
c)Berbakti kepada Ibu – Bapak.
d)Mendidik anak – anak dengan kasih sayang.
e)Memelihara hubungan silaturrahim yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia.

V.Akhlak terhadap tetangga, antara lain ;
a)Saling mengunjungi.
b)Saling bantu di waktu senang lebih – lebih tatkala susah.
c)Saling beri – memberi, saling hormat – menghormati.
d)Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.
VI.Akhlak terhadap Masyarakat, antara lain ;
a)Memuliakan tamu.
b)Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
c)Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa.
d)Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan mungkar ( jahat ).
e)Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya.
f)Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
g)Menaati putusan yang telah diambil.
h)Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.
i)Menepati janji.
b)Akhlak terhadap bukan manusia.( lingkungan hidup ), antara lain ;
a)Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
b)Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora ( hewan dan tumbuh – tumbuhan ) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
c)Sayang pada sesama makhluk. ( Mohammad Daud Ali ; 1997 : 458 ).

3.Sumber – Sumber Akhlak
Al – Qur’an dan Al – Hadist Sumber Akhlak Mulia
Al – Qur’an sumber bagi hukum – hukum dan peraturan – peraturan yang menyusun tingkah laku akhlak manusia, menentukan sesuatu yang halal dan haram, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Al – Qur’an juga menentukan bagaimana sepatutnya perilaku manusia.
Al – Qur’an mengharamkan yang buruk dan keji serta melarang manusia melakukannya. Al – Qur’an melarang manusia minum arak, memakan riba, bersikap angkuh dan sombong terhadap Allah, dan sesama makhluk hidup. Al – Qur’an melarang pencerobohan, fitnah dan saling membunuh. Al – Qur’an melarang menyebarkan maklumat mengenai perkara – perkara keji. Al – Qur’an mengajak manusia supaya mentauhidkan Allah Swt., bertaqwa kepada beliau, mempunyai sangkaan baik terhadap beliau. Al – Qur’an juga mengajak manusia berfikir, cinta kepada kebenaran, bersedia menerima kebenaran. Mengajak manusia supaya berilmu dan berbudaya ilmu.
Al – Qur’an juga mengajak manusia supaya berhati lembut, berjiwa mulia, tekun, berjihad, sabar, menegakkan kebenaran dan kebaikan. Al – Quran juga mengajak manusia supaya bersatu padu, berkeluarga dan mengukuhkan hubungan silaturrahim.
Jelaslah Al – Qur’an menjadi sumber nilai – nilai dan akhlak mulia. Penampilan akhlak mulia dalam Al – Qur’an, tidak bersifat teoritikal saja, tetapi secara praktikal berdasarkan realitas dalam sejarah manusia sepanjang zaman. Al – Qur’an adalah sumber yang kaya dan berkesan untuk manusia memahami akhlak mulia.
Sedangkan Al – Hadist disini berfungsi sebagai penunjang dari Al – Qur’an. Berfungsi menerangkan lebih detail tentang akhlak dan melengkapi keterangan – keterangan yang ada dalam Al – Qur’an.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1.Akhlak adalah salah satu komponen agama Islam selain akidah dan syariah. Akhlak mempunyai berbagai definisi yang berbeda – beda, sehingga pengertian akhlak sendiri tergantung pada siapa yang mengemukakannya. Namun pada intinya akhlak yaitu nilai – nilai yang mengatur tentang perilaku dan watak manusia serta sebagai batas sesuatu yang baik dan buruk.
2.Akhlak secara umum dibagi menjadi dua, yaitu ; akhlaqul mahmudah (akhlak yang terpuji) dan akhlaqul madzmuumah (akhlak yang tercela). Akhlak dalam penerapannya dibagi menjadi dua, yaitu ; akhlak terhadap Allah (khalik) dan akhlak terhadap makhluk. Akhlak terhadap makhluk dapat dibagi menjadi dua, yaitu ; akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup).
3.Sumber – sumber akhlak berasal dari Al – Qur’an dan Al – hadist yang menjelaskan dan mengatur secara jelas tentang akhlak, dari akhlak terhadap diri sendiri sampai akhlak terhadap Allah (khalik).

DAFTAR PUSTAKA

1. http://islamic89.wordpress.com/akhlak/akhlak-definisi-dan-pembagiannya/
2. http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/dua-macam-akhlak.html
3. http://aliasppd.tripod.com/pengertianakhlak.html

Kamis, 18 November 2010

Pergaulan Dalam Islam

PERGAULAN DALAM ISLAM ISLAM

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara. Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membawa dunia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam.
Saya sangat bersyukur, tugas makalah ini telah saya selesaikan dengan tepat waktu dan baik. Ada kalanya saya mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas makalah ini, namun berkat bantuan doa, tenaga dan fasilitas dari orang-orang terdekat saya, akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa saya ucapkan kepada kedua orang tua saya, yang telah memberikan semua keperluan saya untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Muh. Fahmi, SPd.I. selaku dosen mata kuliah “Bahasa Indonesia 1” yang telah membimbing saya untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidaka dapat saya sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca, terutama pengetahuan tentang pergaulan remaja menurut Islam.


Penyusun
Mojokerto, 12 Desember 2009


BAB 1
PENDAHULUAN

a)Latar Belakang
Hampir semua orang berpendapat bahwa remaja adalah masa yang paling indah. Hal ini memang benar adanya, jika kita melewati masa remaja kita dengan baik sesuai dengan “kodratnya” dan jika kita adalah umat Islam maka harus sesuai dengan hukum syariah yang mengatur segala kehidupan kita agar menjadi teratur dan indah.
Jika kita menengok ke lingkungan kita maka yang kita lihat sekarang adalah para pemuda dan remaja Indonesia termakan oleh budaya-budaya barat. Mereka suka berfoya-foya (Hedonisme), budaya serba boleh (permisivme) dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
Maka di makalah ini saya akan mencoba memaparkan cara hidup yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam melalui syariah. Sehingga, masa remaja kita akan benar-benar menjadi masa yang paling indah dan penuh dengan kenangan-kenangan indah yang tidak mungkin dapat terlupakan.

b)Rumusan Masalah
1.Bagaimana kebiasaan-kebiasaan remaja sekarang ini?
2.Apa dampak-dampak kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam?
3.Bagaimana pergaulan remaja menurut Islam?

BAB 2
PEMBAHASAN

A)Remaja Modern
Remaja modern sering disalah artikan oleh remaja-remaja Indonesia saat ini. Remaja modern menurut mereka adalah remaja itu harus gaul, remaja harus suka dugem, tawuran, berani meelanggar peraturan yang ada dan lain-lain yang ujung-ujungnya akan membuat masalah bagi diri sendiri dan orang lain.
Remaja modern identik dengan kenakalan-kenakalan remaja. Kenakalan remaja dapat ditinjau dari empat faktor penyebab, yakni faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama, maupun faktor sekolah dan lingkungan sekitar lingkungan yang secara potensial dapat membentuk prilaku seorang remaja.
Mereka telah terjebak oleh permainan-permainan negara-negara Liberal, yang memang mempunyai misi untuk mengubah remaja-remaja negara berkembang agar ikut menganut paham-paham yang serba bebas dan dijauhkan dengan pondasi agama atau yang biasa disebut “Sekularisme”.
Hal-hal negative ini disebarkan oleh pihak-pihak tertentu melalui media elektronik dan media cetak, sehingga hal ini akan sangat dengan mudah dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu dari produk-produk sekularisme yang ada sekarang ini adalah maraknya Sinetron yang bertemakan cinta dan pacaran. Sinetron ini bahkan frekuensinya lebih banyak ditayangkan daripada berita-berita yang lebih kita butuhkan. Dampak dari sinetron saat ini adalah sangat jelas banyaknya orang Islam yang berpacaran, dan menganggap bahwa pacaran adalah sama dengan Ta’aruf, Bahkan lebih ironisnya lagi sekitar 1 minggu yang lalu saya bertemu dengan anak kecil yang baru berusia sekitar 6 tahun, sudah berani berpacaran bahkan pegangan tangan. Coba kita bayangkan apa yang dilakukan anak itu jika sudah remaja. Pasti yang dilakukan akan jauh lebih berani dari hanya sekedar berpegangan tangan saja.

B)Dampak-Dampak Sekularisme Pada Remaja
Sekularisme mempunyai banyak sekali dampak negative bagi remaja. Beberapa artikel dari blog di internet menyatakan bahwa dampak-dampaknya bisa sangat luas dan bermacam-macam beberapa contoh dari dari dampak tersebut adalah ;
1.Berkembangnya budaya tawuran,
2.Perkembangan dan penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya),
3.Seks bebas dan aborsi,
4.Pemerkosaan,
5.Pembunuhan, dan perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
Beberapa hal yang saya sebutkan diatas merupakan sebagian kecil dari dampak sekularisme yang sangat luas.

C)Pergaulan Remaja Menurut Islam
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu daris seorang laki-laki dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al-Hujurat 49:13).
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.
Pergaulan (ijtima’) seorang pria dengan sesama pria atau seorang wanita dengan sesama wanita tidak memerlukan peraturan. Sebab, pergaulan sesama jenis tidak akan menimbulkan problem ataupun melahirkan berbagai interaksi yang mengharuskan adanya seperangkat peraturan. Pengaturan kepentingan di antara keduanya hanyalah memerlukan sebuah peraturan (nizham) karena faktanya mereka hidup bersama dalam satu negeri, sekalipun mereka tidak saling bergaul.
Adapun pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya, maka itulah yang menimbulkan berbagai problem yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan (nizham) tertentu. Pergaulan pria wanita itu pulalah yang melahirkan berbagai interaksi yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Maka peraturan pergaulan pria-wanita seperti inilah sesungguhnya yang lebih tepat disebut sebagai an-nizhâm al-ijtimâ‘î. Alasannya, sistem inilah yang pada hakikatnya mengatur pergaulan antara dua lawan jenis (pria dan wanita) serta mengatur berbagai interaksi yang timbul dari pergaulan tersebut.
Pemahaman masyarakat, lebih-lebih kaum Muslim, terhadap sistem pergaulan pria wanita (an-nizhâm al-ijtimâ‘î) dalam Islam mengalami kegoncangan dahsyat. Pemahaman mereka amat jauh dari hakikat Islam, dikarenakan jauhnya mereka dari ide-ide dan hukum-hukum Islam. Kaum Muslim berada di antara dua golongan. Pertama, orang-orang yang terlalu melampaui batas (tafrith), yang beranggapan bahwa termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (berkhalwat) dengan laki-laki sesuai kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dengan baju yang dia sukai. Kedua, orang-orang yang terlalu ketat (ifrath), yang tidak memandang bahwa di antara hak wanita ialah melakukan usaha perdagangan atau pertanian. Mereka pun berpandangan bahwa wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali, dan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangannya.
Karena adanya sikap dua golongan ini, yakni yang terlalu melampaui batas dan yang terlalu ketat, runtuhlah akhlak dan muncullah kejumudan berpikir. Akibatnya, timbul keretakan dalam interaksi sosial dan kegelisahan di tengah keluarga-keluarga muslim. Timbul pula banyak kemarahan dan keluhan di antara anggota keluarga serta berbagai perselisihan dan permusuhan di antara mereka.
Inilah yang menjadikan mereka sibuk berdiskusi dan berdebat seputar metode untuk mengatasi persoalan dan malah terjauhkan dari mengkaji hakikat persoalan yang sebenarnya. Keresahan dan kegoncangan pun semakin menjadi-jadi akibat upaya-upaya mereka. Timbullah di masyarakat sebuah jurang yang dikhawatirkan mengancam eksistensi umat Islam, sebagai satu umat yang unik dengan berbagai karakter-karakter khasnya. Dikhawatiran rumah tangga Islam akan kehilangan identitas keislamannya dan kehilangan kecemerlangan pemikiran Islam serta terjauhkan dari penghormatan akan hukum-hukum dan pandangan-pandangan Islam.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain (namun ingat perkenalanpun harus sesuai dengan syariah). Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. Wallahu a’lam bishshawab.
Ta’ruf, tafahun dan ta’awun akan dapat dijalankan dengan baik ketika kita mengetahui hukum-hukum dan tata caranya. Sehingga remaja khususnya yang beragama Islam tidak terjerumus pada pandangan yang salah dan akhitnya terjebak dalam sekularisme.

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
1.Pergaulan remaja modern identik dengan berbagai macam tindakan-tindakan kenakalan remaja yang disebabkan oleh sekularisme yakni pemisahan agama dalam kehidupan.
2.Akibat dari Sekularisme ini sangat luas dan beragam sehingga dapat mendorong remaja untuk berbuat anarkis, kriminal dan bahkan perbuatan-perbuatan keji yang tidak pantas dikerjakan oleh seorang manusia.
3.Pergaulan dalam Islam mengatur agar setiap individu mampu membawa dirinya ke kehidupan yang mulia dan agaer tidak terjerumus kepada hal-hal negative yang dapat memperburuk kehidupan kita.
4.Dalam Islam, mengenal 3 tahap dalam bergaul yakni ta’aruf, tafahum dan ta’awun.
5.Namun ketiga hal di atas mempunyai peraturan-peraturan yang harus dipelajari terlebih dahulu agar penerapan dalam ketiga tahap tersebut dapat dijalankan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1.http://hizbut-tahrir.or.id/
2.http://id.shvoong.com/
3.http://yudhim.blogspot.com/

Minggu, 14 November 2010

OTONOMI DAERAH

OTONOMI DAERAH

Oleh :
Hari Subagyo (D05209036)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya . Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membimbing kita dari zaman yang jahiliyah akhlaknya menuju zaman yang mulia akhlaknya dengan agama Islam.
Kami sangat bersyukur karena kami telah berhasil menyelesaikan tugas makalah ini dengan cukup baik dan tepat waktu. Ada kalanya kami mengalami kendala-kendala dalam mengerjakan tugas makalah ini, baik masalah materiil sekaligus masalah moril. Namun, dengan bantuan orang-orang terdekat dan orang tua, kami berhasil menanggulangi masalah-masalah tersebut.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada kedua orang tua kami, yang telah memberikan semua keperluan kami untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Drs. Amal Taufiq M.Si selaku dosen mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan” yang telah membimbing kami untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidak dapat kami sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan, khususnya dalam pengetahuan yang bersangkutan dengan otonomi daerah.

Surabaya, 28 April 2010
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

a)Latar Belakang
Pendidikan kewarganegaraan penting untuk menjadi warga negara yang baik dan untuk mengetahui seluk beluk kepemerintahan. Baik sistem pemerintahan yang sederhana maupun sistem pemerintahan yang paling rumit dalam kepemerintahan.
Otonomi daerah merupakan salah satu sistem yang diterapkan di Indonesia sebagai perwujudan dari desentralisasi kepemerintahan. Hal ini diterapkan dikarenakan ada isu tentang sentralisasi kepemerintahan yang dilakukan dalam masa kepemerintahan orde baru dan pembatasan hak-hak pemerintah daerah serta untuk mencegah kekuasaan yang tirani, maka otonomi daerah diterapkan dengan kesepakatan bersama.

b)Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Otonomi Daerah, Desentralisasi, otonomi dan daerah otonomi?
2.Apa tujuan dan hakekat otonomi daerah?
3.Kenapa Indonesia perlu menerapkan desentralisasi pemerintahan?
4.Apa sajakah macam-macam bentuk desentralisasi dalam konteks otonomi daerah?
5.Apa saja UU yang mengatur tentang Otonomi daerah?

c)Tujuan
Dengan mengkaji lebih jauh mengenai otonomi daerah maka masyarakat dapat menilai apakah pemerintah daerah yang berkuasa didaerah tersebut melakukan penyelewangan-penyelewengan sebagai kepala daerah. Dan diharapkan dengan ini masyarakat mampu mengetahui bentuk-bentuk otonomi daerah yang dipakai disetiap daerah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Otonomi Daerah
Sebelum mengartikan otonomi daerah maka kita perlu mengetahui tentang dua pengertian yang sangat berkaitan dengan arti dari otonomi daerah, yakni Desentralisasi dan Otonomi. Desentralisasi yaitu pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara dan Otonomi yaitu hal-hal menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Lebih luas Rondinelli mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah otoritas atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba.
Otonomi daerah dapat diartikan hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan daerah otonom dapat diartikan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu, yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan republik indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.Tujuan dan Hakekat Otonomi Daerah
Masalah yang paling mendasar tentang otonomi daerah adalah masalah hakekat dan tujuan otonomi daerah itu sendiri. UU 5/1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah telah merumuskan bahwa:
Tujuan pemberian otonom kepada daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat, serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Jadi, pemberian otonomi kepada daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dan penyelenggaraan pemerintahan itu mempunyai tiga aspek pokok, yaitu;
1.Pelayanan terhadap masyarakat,
2.Pelaksanaan pembangunan,
3.Pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Selain itu pemberian otonomi kepada daerah juga mempunyai fungsi tambahan yaitu;
1.Sebagai sarana politik,
2.Pemerintah daerah sebagai sarana pendidikan politik,
3.Kesetaraan politik,
4.Akuntabilitas politik.

C.Alasan Indonesia Membutuhkan Desentralisasi
a.Menurut The Liang Gie
Desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak yang akhirnya menimbulkan tirani.
b.Dalam Bidang Politik
Tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta didalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak demokrasi.
Dari sudut pandang teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintah daerah (desentralisasi) semata-mata untuk mencapai pemerintah yang efisien.
Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah.
Penegakan UUD 1945 pasal 1 dan 18 dikarenakan dalam sejarah perkembangan Indonesia terutama dalam masa orde baru, sentralisasi kepemerintahan amat sangat terasa dan penegakan UU tentang otonomi daerah berjalan dengan lamban.
c.Dari Sudut Kultur
Desentralisasi diadakan agar perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan suatu daerah seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
d.Dari Sudut Kepentingan Pembangunan Ekonomi
Desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

D.Bentuk dan Tujuan Desentralisai dalam konteks OTODA
Randinelli membagi desentralisasi menjadi empat bentuk, masing-masing bentuk memiliki istilah tersendiri dan fungsi yang berbeda dalam konteks otonomi daerah. Empat hal tersebut yakni:
a.Dekonsentrasi
Pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah.
Dengan kata lain terjadi pergeseran ruang lingkup pekerjaan dari pusat kepada daerah
b.Delegasi
Pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan managerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat.
c.Devolusi
Bentuk desentralisasi ini lebih ekstensif, pemerintah mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan, managemen kepada unit otoritasi pemerintah daerah.
d.Privatisasi
Suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta dan swadaya masyarakat tetap dapat pula merupakan pelebaran badan pemerintah menjadi badan swasta.
Privatisasi ini mempunyai fungsi sebagai “wederbewind”(tugas pembantuan). Tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

E.Undang-undang yang Mengatur Pelaksanaan Otonomi Daerah
1.Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2.Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3.Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5.Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6.Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7.Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
•Otonomi daerah berfungsi sebagai pendidikan politik, latihan kepemimpinan politik, stabilitas politik, kesamaan politik, akuntabilitas, daya tanggap (responsivitas) dan efisiensi dan efektivitas ekonomi.
•Indonesia membutuhkan desentralisasi karena beberapa faktor, yakni dari sebagai langkah preventif agar tidak terjadi kepemerintahan yang tirani, untuk mencapai suatu efisiensi dan efektivitas dalam mengatur daerah tersebut dan beberapa faktor lain yang menyebabkan diperlukannya desentralisasi di Indonesia.
•Desentralisasi mempunyai 4 bentuk jika ditinjau dengan memakai konteks Otonomi Daerah (OTODA). Bentuk-bentuk tersebut yakni dekonsentrasi, delegasi, devolusi dan privatisasi. Privatisasi memiliki fungsi sebagai tugas pembantu (Wederbewind).

DAFTAR PUSTAKA

Drs. A.W. Widjaja, Titik Berat Otonomi (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998)
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
Ir. Sujamto, Otonomi Birokrasi Partsipasi (Semarang:Dahara, 1992)

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak

SEJARAH PERTUMBUHAN
DAN
PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara. Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membawa dunia dari zaman yang penuh kezaliman menuju zaman yang penuh dengan rahmat Allah SWT, yakni dengan ajaran Islam.
Kami sangat bersyukur, tugas makalah ini telah kami selesaikan dengan tepat waktu dan baik. Ada kalanya kami mengalami beberapa kendala untuk menyelesaikan tugas makalah ini, namun berkat bantuan doa, tenaga dan fasilitas dari orang-orang terdekat kami, akhirnya tugas ini dapat segera diselesaikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada kedua orang tua kami, yang telah memberikan semua keperluan kami untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Muhammad Salik, M.Ag selaku dosen mata kuliah “Akhlak Tasawuf” yang telah membimbing kami untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidaka dapat kami sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan memberi inspirasi kepada para pembaca, sehingga dapat memperluas tsaqofah Islam.


Penyusun
Mojokerto, 22 Maret 2010


PEMBAHASAN

Ilmu akhlak yaitu ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong terpuji, mulia, atau sebaliknya, yakni buruk, hina dan tercela. Selain itu dalam ilmu ini dibahas pula ukuran suatu kebahagiaan, keutamaan, kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya.
Tapi, tahukah anda kapan persoalan-persoalan akhlak tersebut muncul? Siapakah tokoh-tokoh yang mengemukakan pembicaraan mengenai berbagai masalah akhlak tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan data-data dan fakta-fakta sejarah. Nantinya pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak akan dibahas melalui 2 pendekatan. Yakni melalui pendekatan kebangsaan dan religi.

A.Ilmu Akhlak di Luar Agama Islam (Kebangsaan)
1.Ilmu Akhlak (Moral) pada Bangsa Yunani
Munculnya pembahasan ilmu akhlak di bangsa Yunani ditandai dengan munculnya kaum Sophisticians (500-450 SM) yaitu orang-orang bijaksana (sufisem artinya orang-orang yang bijak).
Sebelum munculnya kaum tersebut, pembicaraan mengenai akhlak tidak dijumpai dalam bangsa Yunani, karena pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat anthroposentris, adan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitri, yang akan ada dengan adanya manusia sendiri dan hasil yang didapatnya adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika tanpa adanya aspek agama dalam pemikiran tersebut. Sehingga dihasil yang dicapai tidak dapat maksimal. Namun hasil pemikiran tersebut tidak sepenuhnya salah, karena manusia secara fitrah telah dibekali dengan potensi bertuhan, beragama dan cenderung kepada kebaikan, disamping itu juga memiliki kecenderungan kepada keburukan, dan ingkar pada Tuhan. Namun kecenderungan kepada yang baik, bertuhan dan beragama jauh lebih besar dibandingkan dengan kecenderungan kepada buruk.
Filosof Yunani pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399 SM). Socrates dianggap sebagai perintis ilmu akhlak di Yunani.
Golongan yang lahir setelah Socrates dan mengaku sebagai muridnya adalah Cynics dan Cyrenics. Golongan Cynics dibangun oleh Antithenes yang hidup pada tahun 444-370 SM. Ajaran ini sedikit berbeda dengan ajaran Socrates. Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang berperangai ketuhanan.
Pada tahap selanjutnya datanglah Plato (427-347 SM). Ia seorang filsafat Athena dan murid dari Socrates. Ia telah menulis beberapa buku. Di antaranya bukunya yang mengandung ajaran akhlak adalah Republik. Pandangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori contoh. Menurutnya bahwa apa yang terdapat pada yang lahiriah ini atau yang tampak ini hanya merupakan bayangan atau fotocopy.
Setelah Plato, datanglah Aristoteles (394-322 SM). Sebagai murid Plato, Aristoteles berupaya membangun suatu aliran yang khas dan para pengikutnya disebut dengan kaum Peripatetics, karena ia memberi pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempata yang teduh. Dia berupaya menyelidiki akhlak (Moral) secara mendalam dan menuangkannya dalam bentuk karya tulis.
Aristotoles berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Jalan untuk mencapai kebahagiaan ini adalah dengan mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya.

2.Ilmu Akhlak (Moral) pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tersebut dalam kitab Tauratdan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber Akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Menurut agama ini bahwa yang disebut baik ialah perbuatan yang disukai Tuhan serta berusaha melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian ajaran akhlak pada agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Karena itu tidaklah mengherankan jika ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta berdasarkan ajaran dalam kitab Taurat.
Selain itu agama Nasrani menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan. Dengan demikian agama ini menjadikan roh sebagai kekuasaan yang dominan terhadap diri manusia, yaitu suatu kekuasaan yang dapat mengalahkan hawa nafsu syahwat.

3.Ilmu Akhlak pada Bangsa Romawi
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan ”hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan wahyu tentu benar adanya. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan dari gereja.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan Yunani dan ajaran Nasrani. Ada 2 tokoh filosof yang terkenal pada masa itu yaitu abelard (1079-1142 M) berkebangsaan Perancis dan Thomas Aquinas (1226-1274 M) berkebangsaan Italy.

4.Ilmu Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan bangsa Yunani dan Romawi. Karena pada masa itu bangsa Arab memiliki ahli-ahli hikmah dn ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi suatu bentuk perbuatan yang mengarah kepada keburukan.
Adapun ahli-ahli hikmah yang termashur pada zaman itu adalah Luqmanul hakim, Aktsam bin Shaifi. Sedangkan ahli-ahli syair yang terkenal pada saat itu adalah Zuhair bin Abi Sulma dan Hakim al-Thai.

B.Akhlak Pada Agama Islam (Religi)
Akhlak adalah bagian dari syari’at Islam. Bagian dari perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Akhlak harus ada serta nampak pada diri setiap muslim, agar sempurna seluruh amal perbuatannya dengan Islam, dan sempurna pula dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
Agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini terkandung dalam ajaran al-Qur’an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi muhammad SAW.
Islam memiliki tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Ilmu Akhlak. Tokoh-tokoh ini tidak lain adalah Nabi-nabi yang tercatat dan diabadikan dalam kitab suci al-Qur’an.
1.Nabi Ibrahim a.s.
Nabi Ibrahim a.s. mempunyai sebutan sebagai Ayahnya semua nabi dan rasul, yang membawa dan menyebarkan ajaran tauhid kepada umat manusia. Ia adalah orang yang berani menanggung resiko dalam menghadapi kezaliman. Ia pernah menghancurkan patung-patung yang menjadi tuhan Raja Namruz dan para pengikutnya, sehingga ia dibakar hidup-hidup.
Resiko perjuangan ditanggung sendiri oleh Nabi Ibrahim sehingga menjadi teladan bagi istri dan pengikutnya. Keberanian Nabi Ibrahim a.s. memberantas ajaran kemusyrikan merupakan ssimbol penting dalam ajaran tauhid. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya pantang untuk berlaku syirik kepada Allah SWT.
2.Nabi Nuh a.s.
Ujian Nabi Nuh a.s. cukup berat karena ia harus menghadapi kekufuran anaknya sendiri, yaitu Kan’an. Ia tidak putus asa mengajak dan menasehati anaknya, meskipun akhirnya anaknya mati tenggelam terbawa arus banjir yang luar biasa. Kisah itu adalah teladan bagi kita sebagai orangtua, untuk terus membimbing anak, dan sebaliknya, anak yang membimbing orangtua agar bersama-sama masuk surga.
3.Nabi Luth a.s.
Nabi Luth a.s. menghadapi ujian yang sangat berat karena umatnya memiliki penyimpangan seksual. Homoseksual dan Lesbian dipraktikkan secara terang-terangan oleh masyarakat. Namun Nabi Luth tidak pernah bosan dalam mendakwahi masyarakat tersebut walaupun pada akhirnya umatnya mendapatkan azab dari Allah SWT berupa hujan batu dikarenakan kekeraskepalaan umatnya yang tidak mau mengikuti ajaran Nabi Luth a.s.
Sikap Nabi Luth a.s. yang pantang menyerah walaupun ajarannya tidak diindahkan oleh umatnya sepatutnya menjadi teladan bagi kita, bahwa setiap melakukan kebajikan pasti kita akan mendapatkan suatu halangan bahkan kadang kala halangan ini menjadikan kita putus asa. Untuk itulah sikap pantang menyerah harus kita galakkan agar kita dapat menjalankan kebajikan di dalam kondisi apapun.
4.Nabi Ayyub a.s.
Nabi Ayyub a.s. adalah nabi yang sangat sabar karena ia diberi penyakit kulit yang cukup lama. Istrinya pun merawat dengan sabar. Istrinya pernah menyarankan agar nabi Ayyub a.s. meminta kepada Allah SWT untuk mencabut penyakitnya, tetapi ia merasa malu karena kenikmatan yang telah diberikan yang telah diberikan oleh Allah SWT masih terlampau besar dibandingkan dengan penyakit yang dideritanya.
Kesabaran serta kesadaran nabi Ayyub yang luar biasa ini harus kita tiru dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Sehingga nantinya kehidupan kita diselimuti oleh rasa tenang dan selalu bersyukur dalam situasi apapun.
5.Nabi Musa a.s.
Nabi Musa a.s. adalah seorang nabi yang sejak bayi telah dibuang oleh ibunya karena pada masa itu, jika ada seorang bayi laki-laki yang lahir, kemudian Fir’aun mengetahuinya, ia akan segera membunuhnya.
Singkat cerita akhirnya Nabi Musa a.s. menjadi anak angkat Fir’aun dikarenakan permintaan dari Istri Fir’aun untuk mengangkat anak yang ditemukannya menjadi anak angkatnya.
Sesungguhnya, akhlak Nabi Musa a.s. sangat penting untuk ditiru, bagi penguasa yang kuat hendaknya menjadikan kekuatannya untuk membasmi kemunkaran dan kemaksiatan, bukan sebaliknya, digunakan untuk mendirikan pusat-pusat kejahatan, pelacuran, dan pembela kezaliman.
6.Nabi Isa a.s.
Nabi Isa a.s. adalah nabi yang penuh rasa cinta kasih kepada umatnya. Keahliannya digunakan untuk mengobati orang-orang yang miskin. Hendaknya, akhlak Nabi Isa a.s. ditiru oleh para dokter dan ahli kesehatan, juga oleh orang-orang kaya untuk membantu ekonomi orang-orang fakir dan miskin.
7.Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, beliau mengalami suka duka yang sangat banyak. Beliau sudah menjadi yatim-piatu sejak kecil. Akhlaknya sangat mulia dan dikagumi oleh semua orang, bahkan oleh orang kafir Quraisy dan mendapatkan gelar Al-Amin (orang yang jujur dan terpecaya.
Nabi Muhammad SAW adalah penyebar kasih sayang kepada seluruh umat manusia. Beliau sangat pemaaf meskipun kepada orang yang telah menyakitinya. Bahkan, beliau menengok orang yang setiap hari meludahinya. Beliau ditawari untuk meninggalkan dan mengingkari Allah SAW dengan harta yang berlimpah namun Nabi Muhammad SAW menolak mentah-mentah tawaran tersebut.
Akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai ayah dari anak-anaknya, suami dari istri-istrinya, komandan perang, mubaligh, imam, hakim, pedagang, petani, penggembala, dan sebagainya merupakan akhlak yang harus diteladani.
Dalam 100 tokoh yang tekemuka di dunia, Nabi Muhammad SAW menjadi/menduduki peringkat pertama, sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia. Beliau peletak dasar negara modern di Madinah yang merumuskan perjanjian yang adil ditengah-tengah masyarakat sukuistik dan pemeluk Yahudi dan Nasrani.

PENUTUP

Kesimpulan
1.Sejarah Ilmu Akhlak dapat ditinjau dari 2 pendekatan, yakni pendekatan kebangsaan dan religi. Sehingga dapat memperluas pengetahuan kita mengenai sejarah Ilmu Akhlak yang sangat sedikit diketahui oleh orang awam, bahkan oleh kalangan muslim sendiri.
2.Ilmu Akhlak ditinjau dari pendekatan kebangsaan berawal dari bangsa Yunani yang saat itu terkenal dengan filosof-filosofnya. Diperkirakan Socrates mulai mengkaji tentang permasalahan baik buruk (Ilmu Akhlak/Moral) pada tahun (500-450 SM) dan diteruskan oleh murid-muridnya seperti Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (394-322 SM). Pada bangsa ini hanya dibahas sedikit mengenai Ilmu Akhlak karena pada saat itu bangsa Yunani sibuk dengan filsafat alam, dan ajaran Ilmu Akhlak bersumber hanya pada pemikiran manusia sehingga terdapat banyak kelemahan. Kemudian diikuti oleh perkembangan Ilmu Akhlak di bangsa/agama Nasrani. Pada agama ini ajaran Ilmu Akhlak bersifat teo-sentri (memusat pada tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Didalam ajaran ini Ilmu Akhlak bersumber pada kitab Taurat sehingga baik dari buruk dapat dipilah-pilah berdasarkan isi Taurat. Namun ajaran ini memiliki kelemahan karena para pengikutnya suka menyakiti dirinya sendiri dan menjauhi dunia fana dan hidup menyendiri. Kemudian Ilmu Akhlak berkembang di bangsa Romawi (Abad Pertengahan). Ajaran Akhlak (Moral) pada masa ini adalah ajaran campuran dari ajaran Akhlak (Moral) agama Nasrani dan bangsa Yunani. Tokoh yang terkenal yakni Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274). Ilmu Akhlak kemudian berkembang di bangsa Arab. Pada masa ini perkembangan Ilmu Akhlak memakai metode yang tidak biasa. Ilmu Akhlak disampaikan dalam kata-kata hikmah dan syair.
3.Ilmu Akhlak ditinjau dari pendekatan religi (Islam) di bawa oleh para nabi dan dikisahkan dalam Al-Qur’an. Namun sebagai contoh ada 7 orang nabi yang sangat patut dicontoh karena mencerminkan akhlak yang mulia, yakni Nabi Ibrahim a.s., Nabi Nuh a.s., Nabi Luth a.s., Nabi Ayyub a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad SAW, yang kisahnya sudah dijelaskan sebelumnya. Ini tidak berarti bahwa Nabi yang lainnya tidak mempunyai akhlak mulia namun kami hanya memaparkan 7 contoh Nabi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2002
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung : Pustaka Setya. 2010.
Http://doelmith.wordpress.com/2009/03/01/mata-kuliah-akhlak-tasauf/
Taqiyuddin an Nabhani. Peraturan Hidup Dalam Islam. Bogor : Thariqul Izzah. 2003.

THAHARAH

THAHARAH

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan dan rahmatnya, sehingga kita dapat menikmati sebuah kehidupan yang sungguh penuh dengan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya . Dan tak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membimbing kita dari zaman yang jahiliyah akhlaknya menuju zaman yang mulia akhlaknya dengan agama Islam.
Kami sangat bersyukur karena kami telah berhasil menyelesaikan tugas makalah ini dengan cukup baik dan tepat waktu. Ada kalanya kami mengalami kendala-kendala dalam mengerjakan tugas makalah ini, baik masalah materiil sekaligus masalah moril. Namun dengan bantuan orang-orang terdekat dan orang tua, kami berhasil menanggulangi masalah-masalah tersebut.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada kedua orang tua kami, yang telah memberikan semua keperluan kami untuk menyelesaikan tugas ini. Yang kedua, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Syamsudin M.ag selaku dosen mata kuliah “Fiqh” yang telah membimbing kami untuk dapat mengerjakan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini, yang tentunya tidak dapat kami sampaikan satu-persatu.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu para pembaca untuk menambah pengetahuannya dalam hal bersuci dan tentu saja para pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

Mojokerto, 1 April 2010
Penyusun


BAB 1
PENDAHULUAN

a) Latar Belakang
Masalah bersuci merupakan masalah yang sangat mendasar didalam ajaran agama Islam. Didalam banyak kitab-kitab Fiqh, bab-bab yang dibahas pertama kali adalah bab Thaharah. Thaharah merupakan bab penting yang harus dipelajari sebelum mempelajari masalah-masalah Fiqh lainnya.
Keadaan umat Islam sekarang ini sangat memprihatinkan, karena mereka kurang mengerti tentang cara bersuci yang baik dan benar. Banyak orang Islam yang melakukan kesalahan dalam bersuci.
Tentu saja hal ini akan sangat menghalangi umat Islam untuk melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Karena ibadahnya akan tertolak dikarenakan oleh keadaan umat Islam yang tidak suci secara lahiriah.

b) Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Thaharah?
2. Apa saja media yang dapat dipakai dalam bersuci?
3. Bagaimana cara bersuci dengan baik dan benar?
4. Apa saja jenis-jenis najis itu?
5. bagaimana cara menyucikannya?

c) Tujuan
Dengan memberikan informasi tentang Thaharah secara jelas dan mudah dipahami, dapat memberikan pengetahuan yang Shahih dalam bersuci. Dengan demikian umat Islam tidak akan mengalami kesulitan dalam bersuci dan aktivitas-aktivitas keagamaannya dapat diterima oleh Allah SWT.

BAB 2
PEMBAHASAN

A.THAHARAH
1.Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya bersuci, sedangkan menurut syara’ arti Thaharah sering dikemukakan ahli fiqih secara definitif, antara lain :
a)Qadi Husain
Thaharah adalah menghilangkan sesuatu yang dapat mencegah hadats. Dalam hal ini yang dimaksud adalah bersuci wajib, seperti ; mandi junub untuk menghilangkan hadats besar dan wudlu untuk menghilangkan hadats kecil.
b)Imam Nawawi
Thaharah adalah suatu pekerjaan menghilangkan hadats atau najis. Thaharah dalam arti menghilangkan hadats adalah mandi junub, wudlu dan tayamum, sedangkan dalam arti menghilangkan najis adalah istinja dengan air dan istijmar dengan batu
c)Syekh Ibrahim Al-Bajuri
Thaharah adalah melakukan pekerjaan yang memperbolehkan shalat, seperti mandi, wudlu, dan tayamum.
Dari beberapa definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa, Thaharah adakalanya mengandung hakikat yang sebenarnya, seperti bersuci dengan air atau menurut hukum seperti bersuci dengan tanah ketika bertayamum.
Hukum asal Thaharah atau bersuci dan menghilangkan najis adalah wajib. Apabila diketahui dan mampu melakukannya. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Mudatstsir ayat 4. Permaslahan ini dinukil dari kitab : Shahih Fiqh as-Sunnah, lihat kitab Shahih Fiqh Sunnah jilid 1.


2.Macam-Macam Cara Bersuci
Bersuci merupakan sarana diterimanya amal ibadah seseorang yang berhubungan langsung dengan Allah SWT., dan bersifat horizontal.
Islam menyariatkan bersuci dari hadats dan bersuci dari najis. Hadats kecil dan hadats besar, seperti halnya najis, harus dihilangkan manakala akan beribadah kepada-Nya. Satu-satunya alat bersuci yang paling utama disyariatkan adalah air , walaupun dalam keadaan tertentu boleh menggunakan tanah untuk menghilangkan hadats, yaitu dengan tayamum, dan untuk menghilangkan najis selain najis mugholadoh dengan menggunakan batu atau benda padat lainnya kecuali tulang.

3.Hikmah Bersuci
Dalam syariat Islam, bersuci mempunyai beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut :
a.Kita semua tahu bahwa benda-benda najis baik dari dalam maupun luar tubuh manusia adalah benda-benda kotor yang banyak mengandung bibit penyakit dan dapat membawa madharat bagi kesehatan tubuh manusia. Karena itu, dengan bersuci berarti telah melakukan usaha untuk menjaga kesehatan.
b.Kebersihan dan kesehatan jasmani yang dicapai melalui bersuci akan menambah kepercayaan diri sendiri. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu mengutamakan kebersihan dari kesucian.
c.Syariat bersuci berisi ketentuan-ketentuan dan adab, jika dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan kedisiplinan akan menumbuhkan kebiasaan yang baik. Ketentuan adab dan bersuci dalam Islam berbentuk ajaran yang mempertinggi harkat dan martabat manusia.
d.Sebagai hamba Allah SWT, yang harus mengabdi kepada-Nya dalam bentuk ibadah maka bersuci merupakan salah satu syarat sahnya sehingga menunjukkan pembuktian awal ketundukkannya kepada Allah SWT.

B.BENDA-BENDA NAJIS
1.An-Najasah (najis)
Najis adalah kotoran yang setiap muslim wajib untuk menyucikan diri darinya dan menyucikan setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tersebut. Sebagaimana firman Allah Swt.,
”Dan pakaianmu, bersihkanlah!” (al-Muddatstsir [74]: 4)
” ... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang tobat, dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (al-Baqarah [2]: 222)
2.Jenis-jenis Najis
a.Bangkai
Bangkai merupakan binatang yang mati begitu saja, tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori bangkai, yaitu binatang yang dipotong atau dipatahkan lehernya hingga mati. Hal ini berdasarkan hadist Abu Waqid al-Laitsi,
”Rasulullah saw. Bersabda, ’Binatang ternak yang dipatahkan lehernya atau dipotong dalam keadaan masih hidup, maka ia termasuk bangkai,”(HR Abu Dawud dan Tirmidzi.)
Namun ada beberapa perkara yang dikecualikan dari binatang yang telah mati tanpa dimasukkan ke dalam kategori bangkai, yaitu sebagai berikut.
1)Bangkai ikan dan belalang. Ia tetap dianggap suci karena berdasarkan hadist Ibnu Umar r.a.
”Rasulullah saw. bersabda, ’Ada dua jenis bangkai dan darah yang dihalalkan kepada kita, yaitu bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua jenis darah yang dihalalkan kepada kita itu adalah hati dan limpa,’”(HR Ahmad, Syafi’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Daruquthi)
2)Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, seperti semut, lebah, dan lain-lainnya, maka ia adalah suci. Jika ia sampai jatuh ke dalam sesuatu kemudian mati, maka ia tidaklah menyebabkan tempat tersebut najis.
3)Tulang bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit serta perkara yang sejenis dengan itu, maka ia dikategorikan suci. Karena, asalnya adalah suci dan tidak ada satu dalil pun yang menyatakan najis.
b.Darah
Semua jenis darah adalah diharamkan, baik darah yang mengalir maupun tertumpah. Misalnya, darah yang mengalir dari hewan yang disembelih ataupun darah haid. Akan tetapi, darah yang sedikit akan dimaafkan.
c.Daging babi
Allah ta’ala berfirman,
”Katakanlah,’Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha pengampun lagi Maha penyayang.’”(al-An’aam [6]: 145
d.Muntah, Kencing dan Kotoran Manusia
Semuanya adalah najis, seperti yang telah disepakati oleh para ulama. Akan tetapi, jika muntah itu hanya sedikit maka ia akan dimaafkan. Begitu pula kencing bayi laki-laki yang hanya meminum air susu. Jadi, cara membersihkannya adalah cukup memercikkan air ke atasnya.
e.Wadi
Wadi adalah air putih kental yang keluar mengiringi air kencing. Ia adalah najis tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Aisyah r.a. “Wadi keluar setelah kencing . Oleh karenanya, hendaklah seseorang mencuci kemaluannya, lalu berwudlu dan tidak perlu mandi.”(HR Ibnu Mundzir).
Mengenai mani, wadi dan madzi, Ibnu Abbas r.a. mengatakan,”Keluar mani adalah mewajibkan mandi. Jika keluar madzi dan wadi, maka keduanya tidak mewajibkan mandi dan seseorang itu tetap dikatakan suci”(HR Atsram dan Baihaqi).
f.Madzi
Yaitu air putih bergetah yang keluar sewaktu teringat senggama atau ketika bercumbu rayu. Kadang-kadang ia keluar tidak terasa. Ia dapat keluar dari kaum laki-laki dan perempuan, tetapi biasanya kaum perempuan lebih banyak mengeluarkan madzi. Hukumnya najis menurut kesepakatan ulama, tetapi bila ia terkena salah satu anggota badan maka wajib dicuci. Jika menimpa pakaian maka cukuplah dengan memercikkan air ke atasnya karena ia termasuk najis yang sukar untuk diantisipasi.
g.Mani
Sebagian para ulama berpendapat bahwa ia najis. Akan tetapi, menurut pendapat yang kuat ia adalah suci. Walaupun demikian, disunnahkan mencuci air mani bila masih basah dan mengoreknya bila sudah kering.
h.Kencing dan Kotoran Binatang yang Tidak Dimakan Dagingnya
Keduanya adalah najis karena berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud r.a., ”Nabi saw. hendak membuang air besar maka beliau memerintahkan aku supaya mengambilkan tiga buah batu. Aku hanya menemukan dua buah batu. Aku berusaha untuk mencari satu batu lagi, tetapi aku gagal menemukannya. Akhirnya, aku mengambil tahi binatang yang sudah kering, lalu kuberikan kepadanya. Kedua batu itu diterima oleh Nabi, tetapi beliau membuang tahi tadi. Katanya,’Ini adalah benda najis.’”(HR Bukhari, Ibnu Majah, dan Ibnu Khuzaimah)
i.Binatang Jallalah
Yang dimaksudkan dengan jallalah adalah binatang-binatang yang memakan kotoran, baik berupa unta, sapi, kambing, ayam dan itik, sehingga bau binatang tersebut berubah. Akan tetapi, jika ia dikurung dan terpisah dari kotoran-kotoran itu dalam beberapa waktu yang lama kemudian ia kembali memakan makanan yang baik, hingga dagingnya tidak berbau dan nama jallalah tidak lagi menjadi sebutan binatang tersebut, maka ia halal dimakan. Karena, illat atau alasan dilarang sudah berubah dan tidak wujud lagi, sementara ketika ia masih memakan kotoran, maka illat-nya masih wujud dan belum ada perubahan.
j.Khamar atau Arak
Jumhur ulama berpendapat, khamar adalah najis karena berdasarkan kepada firman Allah ta’ala.
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji (najis) termasuk perbuatan setan ... “ (al-Maidah [5]: 90)
Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa khamar suci, sebab kata-kata najis pada ayat tersebut ditafsirkan sebagai najis maknawi, karena kata “najis” itu merupakan predikat dari arak serta segala yang dihubungkan dengannya. Padahal semua itu tidak dapat dikatakan najis. Allah ta’ala berfirman,
“ ... Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu ... “ (al-Hajj [22]: 30)
Ternyata, berhala disini dikatakan najis, tetapi maknawi apabila disentuh tidak menyebabkan kita bernajis.
Dalam kitab Subulus-Salam dinyatakan, “pendapat yang benar, asal semua benda tersebut suci. Jadi, pengharaman atas benda-benda itu tidak berarti bahwa ia najis. Contohnya candu. Ia adalah haram, tetapi tetap suci. Akan tetapi barang najis, selamanya ia berarti haram.
k. Anjing
Anjing adalah najis dan wajib mencuci apa saja yang terkena jilat sebanyak 7 kali. Pencucian yang pertama mesti menggunakan tanah. Hal ini berdasarkan hadist Abu Hurairah r.a.,
“Rasulullah saw. Bersabda, ’Sucikanlah bejanamu yang terkena jilat anjing, yaitu mencuci sebanyak tujuh kali. Dan cucian yang pertama mesti menggunakan tanah.”(HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Baihaqi).

C.CARA BERSUCI DARI NAJIS
Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan oleh setiap muslim, dengan mencuci benda atau sesuatu yang telah terkena najis. Didalam aktivitas sehari-hari najis tidak dapat terlepas dari diri setiap individu, karena setiap individu akan selalu melakukan interaksi baik dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan sekitar.
1. Najis Mukhafafah, yaitu najis ringan berupa air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan selain air susu ibu (ASI).
Kaifiat mencuci najis ini cukup dengan memercikan air pada benda atau apa saja yang terkena najis walaupun tidak mengalir. Hal ini dijelaskan oleh hadist Ummu Qais berikut ini.
”Ia pernah mendatangi Nabi Saw. sambil membawa bayi laki-lakinya yang belum mencapai usia makan. Dengan kata lain, bayi tersebut hanya meminum air susu ibunya. Lantas bayi itu kencing dalam pangkuan Nabi saw. Kemudian Nabi saw. pun meminta air, lalu memercikkannya. Maksudnya adalah, sebagaimana yang telah disebutkan pada riwayat-riwayat lainnya, menebarkan air dengan jari-jari ke atas objek air kencing itu, tetapi tidak sampai air tersebut mengalir dan tidak perlu mencucinya.”

2.Najis Mutawassitah, yaitu najis pertengahan yang tidak ringan tidak juga berat (Intermediate level). Termasuk dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari Quhul dan Dubur apapun bentuknya, kecuali mani juga kotoran binatang dan bangkai selain manusia, belalang, dan ikan.
Adapun cara menyucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang sifatnya. Apabila sudah berulang kali dicuci, tetapi bekasnya masih ada juga, maka hukumnya dianggap suci, dan dimaafkan.
Jenis najis ini ada 2 macam, yaitu sebagai berikut:
a.Najis Ainiyah, yaitu najis yang tampak zatnya secara lahir dan jelas warnanya dan bau serta rasanya. Cara mencuci najis ini adalah dengan membasuhnya dengan air sampai hilang ketiga sifat tersebut. Adapun kalau sukar menghilangkannya, sekalipun sudah dilakukan berulang kali, maka najis tersebut dianggap suci dan dimaafkan.
b.Najis Hukniyah, yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut hukum), tetapi tidak tampak ketiga sifatnya, seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifatnya hilang. Cara mencuci najis ini adalah cukup dengan mengalirkan air kepada benda yang terkena najis.
Disamping kedua najis tersebut, ada juga najis ma’fu. Najis ma’fu adalah najis yang tidak wajib dibersihkan/disucikan karena sulit dibedakan mana yang kena najis dan yang tidak kena najis.
Najis ma’fu contohnya adalah darah dari jerawat, nanah, kena debu, kena air kotor yang tidak disengaja atau sulit dihindari. karena di anggap sedikit. Jika ada makanan kemasukan bangkai binatang sebaiknya jangan dimakan kecuali makanan kering karena cukup dibuang bagian yang kena bangkai saja. Namun ada pengecualian pada darah dari anjing dan babi, dengan alasan karena keduanya sama-sama najis mugholadzoh, walaupun dirasa darah itu sedikit, dan juga mimisan dan bisul (udun).
Adapun cara bersuci setelah keluar buang air besar dan buang air kecil yang disebut Istinja’ adalah dengan menggunakan air atau batu atau benda padat lainnya (kecuali tulang) bila tidak ada air, atau bersuci dengan menggunakan batu atau benda padat lainnya lebih dahulu baru kemudian dengan air. Cara yang demikian adalah lebih baik.
Bersuci dengan batu atau benda padat lainnya disebut istijmar, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.Batu atau benda lain yang digunakan harus keras dan suci serta dapat membersihkan najis.
b.Sekurang-kurangnya menggunakan 3 batu atau 1 untuk tiga kali usapan dan lebih baik beberapa kali sehingga benar-benar bersih.
c.Najis yang dibersihkan belum kering.
d.Najisnya tidak berpindah dari tempat keluarnya, misalnya ke kaki atau lainnya.
e.Najisnya belum tercampur dengan benda lain walaupun benda itu suci.
f.Batu atau benda yang digunakan bukan batu atau benda yang bernilai.

3.Najis mugholadzhah, najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi termasuk babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu dari keduanya.
Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis ini adalah dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu atau tanah yang suci.

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
1.Thaharah adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk menghilangkan hadats dan najis, dengan melakukan cara-cara tertentu sesuai dengan hadats atau najis yang mengenainya.
2.Ada beberapa benda najis yang harus dihindari dan di waspadai yakni ; bangkai, darah, daging babi, muntah, kencing, kotoran manusia, wadi, madzi, mani, kencing dan kotoran binatang yang tidak dimakan dagingnya, binatang jallalah, khamar atau arak, dan anjing.
3.Najis terbagi menjadi 3 tingkatan, yakni najis mukhafafah, najis mutawassitah dan najis mugholadzhah. Najis mutawassitah dibagi menjadi 2 jenis najis yaitu najis Ainiyah dan Hukniyah Masing-masing najis memiliki cara-cara tersendiri untuk menyucikannya.
4.Thaharah adalah salah satu aktivitas penting yang harus dipahami oleh kaum muslimin baik secara teori maupun praktek. Karena kesucian seseorang akan menjadi salah satu penentu diterima tidaknya amal ibadahnya kepada Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, Moh. Suyono dan Maman Abd Djaliel. Fiqih Ibadah. Bandung : Pustaka Setia. 1998.
http://www.bergaul.com/pages/newforum/posts.php?topic=43502
http://www.dakwatuna.com/2008/fiqh-thaharah/
http://organisasi.org/jenis-macam-macam-najis-mukhaffafah-mutawassithah-dan-mughallazhah
http://lhokokkowe.blogspot.com/2009/05/ulasan-najis-mafu-bag-1.html
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Jakarta : Pena Pundi Aksara. 2007.

Jumat, 12 November 2010

Tafsir mid semester

Nama : Hari Subagyo
NIM : D05209036
Ujian Tengah Semester

1. Ayat-Ayat Tentang Allah
a. Ayat-ayat keesaan Allah
Surat Al-Ikhlas 1-4
                •  
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Pendapat saya :
Allah memerintahkan manusia untuk mengumandangkan bahwa Allah-lah yang maha Esa dan tidak ada yang lebih dibandingkan Allah. Kemudian Allah menunjukkan keesaan-Nya dengan memberitahukan bahwa Allah adalah tuhan yang dimana sesuatu yang lain bergantung. Yang unik di surat ini juga dijelaskan bahwasannya Allah itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Surat Fushilat 9-12
                                           •                  •          
9. Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".
10. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
11. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
12. Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Pendapat saya :
Didalam surat ini Allah menunjukkan keesannya dengan menjelaskan proses terciptanya bumi dan langit serta alam semesta. Allah men jadikan alam semesta tak sampai hitungan minggu hanya hitungan hari saja. Dan kemudian Allah mempunyai kuasa atas segalanya termasuk langit dan bumi untuk mematuhi perintah Allah.

b. Ayat-ayat tentang Asma Allah
Al-Asher 1-3
  •              
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

c. Ayat-ayat tentang kekuasaan Allah
Surat Ar-Ruum 20-25
                        ••   •                •          •                                                    
20. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
22. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui.
23. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.
24. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.
25. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).

Pendapat saya :
Allah menunjukkan kuasanya atas penciptaan manusia dan menjelaskan bahwa manusia tercipta dari tanah. Kemudian Allah memberikan manusia naluri untuk mencintai perempuan untuk dijadikan istri dan dapat menjadikan hati tenang. Allah juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan beragam, baik dari bahasa dan warna kulit. Dan Allah juga berkuasa atas tidur dan usaha manusia di bumi ini. Kemudia Allah menunjukkan kuasa-kuasa yang lainnya. Yang menarik dalam surat ini disampaikan pula secara implicit bahwa manusia hendaknya selalu berfikir dan menggunakan akalnya bukan menggunakan nafsunya.

2. Ayat-Ayat Tentang Manusia
a. Kelebihan Manusia
Surat At-Tin 1-6
 •                              
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun[1587],
2. Dan demi bukit Sinai[1588],
3. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman,
4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

[1587] yang dimaksud dengan Tin oleh sebagian ahli tafsir ialah tempat tinggal nabi Nuh, yaitu Damaskus yang banyak pohon Tin; dan Zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak tumbuh Zaitun.
[1588] Bukit Sinai yaitu tempat nabi Musa a.s. menerima wahyu dari Tuhannya.

Pendapat Saya :
Allah bersumpah dengan ciptaannya sendiri, hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Allah boleh bersumpah atas ciptaannya sendiri, namun manusia tidak boleh karena sesungguhnya manusia tidak mempunyai apa-apa dan tidak pantas untuk sombong. Allah menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang paling baik dibandingkan makhluk lain, Allah memberikan manusia nafsu dan akal serta diberikan wujud yang paling baik. Allah juga menjelaskan bahwa manusia itu sangat berpotensi untuk melakukan hal-hal yang buruk yang kewmudian dalam ayat ini dijelaskan bahwa mereka akan dikembalikan ke neraka. Namun, Allah memberikan pengecualian yaitu kepada manusia yang beriman dan mengerjakan amal saleh.

Surat Al-Isra 70
                  
70. Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.

[862] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

Pendapat saya :
Allah memberikan perlakuan dan kelebihan-kelebihan yang istimewa kepada manusia. Allah memberikan seluruh kebutuhan manusia dibumi.

b. Kekurangan Manusia
Surat Hud 9-11
   •      •                         •   
9. Dan jika kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari kami, Kemudian rahmat itu kami cabut daripadanya, Pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
10. Dan jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga,
11. Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.

Pendapat saya :
Manusia sangat berpotensi untuk kufur atas nikmat yang telah diberikan kepadanya. Manusia juga sangat berpotensi untuk sombong. Manusia juga sanagat berpotensi untuk mengeluh. Dan dijelaskan pada ayat 11 bahwa orang yang sabar dan mengerjakan amal saleh, mereka akan mendapat ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu dan memperoleleh pahala yang besar.

Surat Al-Asher 1-3
  •              
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.



Pendapat Saya :
Allah bersumpah atas waktu atau zaman. Seluruh manusia itu didunia hanya akan merugi karena manusia itu akan melakukan kerusakan-kerusakan dibumi. Dan Allah menjelaskan bahwa yang selamat dari kerugian ini hanyalah orang yang beriman, amal saleh dan orang yang saling mengingatkan kepada kesabaran.

Surat Al-Isra 11, 67, 100
         
11. Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.

     •              • 
67. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.

               
100. Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, Karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir.

Pendapat saya :
Manusia itu adalah makhluk yang ceroboh dan bepotensi untuk menjadi kufur dan senantiasa lebih mementingkan nafsu daripada akal. Manusia baru akan ingat kepada Allah ketika mereka ditimpa cobaan ketika diberi nikmat Manusia akan lupa kepada Allah. Manusia juga berpotensi untuk mencintai harta dan bendanya dan sangat berpotensi untuk kikir.

Surat Ma’arij 19-35
 •   •                         •                 •                  •                               •  
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
24. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
26. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
27. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
28. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
30. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki[1512], Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada tercela.
31. Barangsiapa mencari yang di balik itu[1513], Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
34. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
35. Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan.

[1512] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan Biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan Ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[1513] Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya.

Pendapat saya :
Manusia itu memiliki potensi dasar untuk kikir dan kufur. Kemudian Allah menjelaskan criteria manusia yang akan masuk surga dan dimuliakan didalamnya.

3. Ayat-Ayat Tentang Alam
a. Penciptaan dan Pemeliharaan Alam
Surat Al-Araf 54-58
                •                                     •  •                •       •        •                           
54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas ‘Arsy [548]. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[549].
56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
57. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu Telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah kami membangkitkan orang-orang yang Telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
58. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

[548] bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.

Pendapat Saya :
Allah mencipatakan langit dan bumi dalam 6 masa, kemudian menciptakan siang dan malam. Kemudian menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang dilangit. Kemudian Allah menjelaskan bahwa satu-satunya yang berhak menciptakan dan memerintah hanyalah Allah SWT. Allah mengajarkan hambanya adab berdoa yaitu dengan suara lembut dan meminta sesuatu dengan sewajarnya. Kemudian Allah menciptakan angin, hujan, awan mendung kemudian buah-buahan. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana
b. Penciptaan Alam Untuk Manusia
Surat Al-Baqarah 29
    •                
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Pendapat Saya :
Allah menciptakan segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi untuk dinikmati oleh manusia.

Surat Ibrahim 32-34
            •                         •                   
32. Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
33. Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.
34. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

Pendapat saya :
Allah menciptakan langit dan bumi serta mernurunkan hujan dan memberikan reezeki untuk manusia, memberikan kemampuan kepada manusia untuk dapat mrenjelajahi lautan. Allah menciptakan matahari dan bulan dan juga siang dan malam. Allah telah memberikan manusia nikmat yang tidak terhitung kepada manusia.

c. Kerusakan Alam
Surat Ar-Ruum 41
        ••       
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Pendapat saya :
Manusialah sendiri yang menciptakan kerusakan pada alam, bukan yang lain dan ketika kerusakan telah terjadi dibumi, Allah memberikan bencana bagi mereka bertujuan agar manusia dapat kembali untuk menjaga pemberian Allah.








4. Ayat-Ayat Tentang Pergaulan/Kemasyarakatan
a. Pergaulan Secara Umum
Surat Al-Hujurat 11-13
                                                                       •   •      ••           •      •    
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
[1409] Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

Pendapat saya :
Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk tidak mencela orang dan mencela sesame muslim. Allah juga memerintahkan untuk tidak memberi gelar jelek kepada siapapun. Allah juga memerintahkan agar kita tidak berprasangka (prasangka buruk) dan jangan mencari kesalahan-kesalahanorang lain, karena itu ibarat memakan daging saudaranya uyang sudah mati. Allah menciptakan beragam suku dan bangsa untuk saling mengenal bukan untuk saling membenci. Karena manusia yang paling mulia disisi Allah hanya dilihat dari tingkat ketaqwaannya bukan dari bentuk fisik maupun warna kulit suatu kaum.

Surat Ali Imron 104-105
  •                             
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
105. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,

[217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Pendapat saya :
Allah menyuruh umatnya untuk senantiasa menyeru kepada kebaikan, mencontohkan hal;-hal yang baik dan senantiasa mencegah dan mengingatkan saudaranya apabila melakukan hal-hal yang munkar.
b. Pergaulan Antar Muslim
Surat Al-Furqan 63, 67,72
    •         
62. Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.

           
67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

         
72. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.

Pendapat saya :
Umat Islam selalu ditekankan agar selalu bersyukur atas semua yang diberikan Allah kepada kita. Kita diajarkan agar tidak kikir. Tidak menjadi saksi palsu dan senantiasa agar menjaga kehormatanya.

Surat Ali Imron 102
     •   •    
102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Pendapat saya :
Bahwa setiap orang yang beriman wajib bertaqwa kepada Allah dengan cara yang benar pula.

Surat Al-Hujurat 9-10
                             •            •    
9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Pendapat Saya :
Seorang muslim wajib mendamaikan sekelompok orang yang bertikai. Sehingga mereka kembali kepada perintah Allah. Sesungguhnya sesame muslim adalah saudara.

Surat An-Nisaa’ 59
                              
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Pendapat Saya :
Orang Islam wajib menaati perintah Allah dan Rasul-Nya dan Ulil Amri yang tidak melanggar syariat Allah.

c. Pergaulan Dengan Non Muslim
Surat Al-Mumtahanah 8-9
                  •                           
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
9. Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Pendapat Saya :
Sesungguhnya Allah melarang menjadikan orang dzalim untuk dijadikan teman/kawan. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka tetapi Allah meyukai orang yang berbuat adil.




Surat Ali Imron 28 dan 64
                              
28. Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).

[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.

                                
64. Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

Pendapat Saya :
Seharusnya kaum muslim dan ahli kitab kembali kepada iman kepada Allah karena sesungguhnya tuhan kita adalah satu yaitu Allah SWT.


Surat Al-Kafirun 1-5
                  •             
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Pendapat Saya :
Umat Islam dilarang bertoleransi kepada pengaut agama lain didalam rana aqidah. Namun diperbolehkan untuk saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Ayat-Ayat Tentang Ibadah
Surat Al-Baqarah 21
 ••          
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,

Pendapat saya :
Umat Islam wajib beribadah kepada Allah, sebagai wujud ketaqwaan kepada sang pencipta.

Surat Luqman 13, 17, 22
               
13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

             •     
17. Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

                 
22. Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan Hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.

Pendapat Saya :
Umat Islam diwajibkan bertaqwa kepada Allah untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada yang mungkar serta melarang untuk berbuat syirik dan menyerahkan segala urusan kepada Allah.